PALANGKA
RAYA – Walupun Kota Palangka Raya memiliki keunggulan membuat Kerajinan anyaman
dan ukiran, ternyata belum mampu bersaing dengan produk dari daerah lain. Hal
tersebut setelah Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) kota
memasarkan produk kerajinan tersebut ke Denpasar Bali.
Kepala
Disperindagkop Djuan menyatakan bahwa, baru selesai memasarkan produk anyaman
dan ukiran asal Kota Palangka Raya ke Denpasar Bali beberapa waktu lalu, namun akhirnya
produk asal Bumi Tambun Bungai tersebut belum mampu menyaingi produk dari luar
Kalteng dan Indonesia.
“Waktu
itu kita sudah membawa anyaman, ukir-ukiran selama disana kita pertemukan para
pedagang di Bali maupun para pengrajin. Kita minta ada koreksi dari pihak
pedagang yang ada disana, ternyata memang barang-barang kita kalau dari unsur
seninya ya cukup bagus. Tapi ada koreksi yang perlu kita perbaiki, dan yang
pertama adalah desainnya,” kada Djuan kepada Kalteng Pos belum lama ini.
Setelah
hasil belum memuaskan dari Bali, diakui Djuan menjadi bahan evaluasi kedepannya
untuk pengrajin yang ada di Kota Palangka Raya. Dan juga dari Disperindagkop
sendiri.
“Ternyata
setelah kita dipertemukan dengan pedagang pengrajin disana dan dari luar daerah,
memang yang diutamakan adalah selera pasar, jadi bukan desain pengrajin kita.
Jadi intinya pengrajin kita belajar untuk menyesuaikan dengan permintaan pasar.
Nah, dari sini kedepannya kita akan melakukan pembinaan lagi, supaya dapat
menyesuaikan dengan apaya yang kita dapatkan di Denpasar Bali beberapa waktu
lalu itu,” ujar Djuan.
Selain
desain belum mampu bersaing dengan desain produk dari daerah lain, harga barang
- barang produk Kota Palangka Raya juga menjadi alasannya. “Menurut mereka,
barang-barang kita itu terlampau tinggi harganya, desainnya belum menenuhi harapan
mereka. Oleh sebab itu ini tetap kita lakukan, komunikasi dan pembinaan terhadap
pengrajin kita. Kemudian bagaimana kita memadukan selera pasar sana dengan
motif-motif yang kita miliki, ” ungkapnya.
Ditambahkan
Djuan, kedepannya juga akan melakukan evaluasi bagaimana harga produktif dan berapa
biaya pruduksi yang dikeluarkan.
“Karena
dalam penetapan harga ini terlampau tinggi, sehingga konsumen lebih memilih produk
jenis yang lain dari daerah lain. Kita perlu hitung juga biaya produksi dan
keuntungnya. Kemudian kita cermatai supaya harga jual kta punya daya saing. Dan
waktu itu produk-produk dari Kalsel, Cirebon dan Jawa lebih banyak peminatnya,
karena kelihatannya desain mereka telah memenuhi selera pasar,” ujarnya. (ala)
wartawan Kalteng Pos ya bos, dalam beritanya masih nyangkut tuh "kalteng pos" nya,hehe... salam kenal en jangan lupa kunjungi juga blog ku yah.thanx...
BalasHapushttp://penafitriya.blogspot.com/